Erupsi freaktik adalah erupsi yang disebabkan oleh pemanasan air di bawah tanah, dan aktivitas geothermal atau panas bumi seperti uap belerang. John Seach mencatat secara detail setiap perkembangan gunung itu. Berikut beberapa catatan itu.
Tahun 2009
Tanggal 16 Januari 2009, status Dieng meningkat menjadi waspada, setelah muncul aktivitas vulkanik sehari sebelumnya. Erupsi terjadi di Kawah Sibanteng. Kawah ini menyemburkan material atau uap panas hingga 50 meter.
Tanggal 1-19 September terjadi dua gempa vulkanik.
Tanggal 20-23 September terjadi satu gempa vulkanik.
Tanggal 24 September 2009, terjadi satu gempa vulkanik.
Tanggal 26-27 September, muncul kembali erupsi freatik. Kali ini di
Kawah Sileri. Erupsi berlangsung sekitar 15 detik. Letusan terdengar hingga jarak 2 kilometer dari kawah. Selama erupsi freatik, lumpur panas terlontar hingga radius 140 meter. Temperatur di kawah Sileri sendiri tetap konstan, yaitu sekitar 70 derajat Celcius.
Dalam erupsi freatik ini, status gunung tidak ditingkatkan, dan tidak ada gas beracun yang dihembuskan. Warga hanya diminta menjauh dari sekitar Sileri, tanpa ada perintah evakuasi.
Tahun 1992
Tanggal 18 Maret 1992, gunung Dieng mengeluarkan gas beracun. Seorang warga di sekitar sungai yang berjarak 200 meter di sebelah barat kawah Sikidang, tewas di tempat.
Tahun 1979
Tanggal 20 Februari 1979, terjadi erupsi di sisi barat daya gunung. Erupsi ini disertai hembusan karbondioksida. Setidaknya 149 orang tewas. Kawah Sinila juga menyemburkan gas karbondioksida dan Hidrogen Sulfida. Sekitar 17 ribu penduduk dievakuasi dari enam desa di sekitar kawah. Banyak ikan dan ternak kemudian tewas.
Tahun 1944
Tanggal 4 Desember 1944 terjadi hujan abu dan lumpur di Desa Kepakisan. Suasana desa gelap pekat. Setidaknya 59 orang tewas, 38 luka. Warga yang hilang 55 orang.
Tahun 1939
Tanggal 13 Oktober 1939, terjadi erupsi freatik. Muncul retakan yang membentuk lereng. Aktivitas ini terus berlangsung hingga 3 November 1939.
Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief, menyatakan jumlah pengungsi di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah, mencapai 603 orang. Ini menyusul meningkatnya status Gunung Dieng dari waspada menjadi siaga, Minggu kemarin.
Dalam pesan singkatnya, Senin malam, 30 Mei 2011, Andi mengatakan, ratusan pengungsi ini terbagi dalam 17 pos, masing-masing di Balai Desa Batur (13 orang), BPK Udin Batur (17 orang), Pos Sumberejo BPK Ali Muahor (9 orang), Pos Dusun Sigeblog (12 orang).
Ada juga di Pos Dusun Genting (34 orang), Pos Grogolan (18 orang), Pos Kalianget (12 orang), Pos Sumberejo (111 orang), Pos Gunung Alang (26 orang), Pos Kendaga (7 orang), Pos Tawang Sari (3 orang), Pos Tlaga (4 orang), Pos Wanayasa (11 orang), Pos Balai Desa Pejawaran (65 orang), Posko Penusupan (55 orang), Posko Kec. Pejawaran (36 orang), dan Posko Balai Desa Wanayasa (170 orang).
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menaikkan status Gunung Dieng dari waspada menjadi siaga. Gunung Dieng merupakan gunung yang terletak di tiga kabupaten, yaitu Banjarnegara, Wonosobo, dan Batang.
Peningkatan status ini berdasarkan intensitas gempa yang terjadi di sekitar kawasan dataran tinggi Dieng. Akibat banyaknya gempa ini, dikhawatirkan Kawah Timbang di wilayah gunung itu mengeluarkan gas beracun. Menurut dia, gas beracun ini sangat berbahaya. Gas ini tidak terlihat dan tidak berbau, namun bisa mematikan.
Selain aktivitas gempa, petugas juga menemukan burung dan tanaman mati dalam radius 500 meter dari kawah. "Burung dan tanaman yang mati merupakan bukti adanya gas berracun," kata Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Tunut Pujiarjo, Senin 30 Mei 2011. Sebagai tindakan antisipatif, petugas juga menetapkan radius 1 kilometer dari Kawah Timbang sebagai wilayah berbahaya.
• VIVAnews
Comments :
Posting Komentar