Pesta demokrasi telah dimulai, panji-panji partai dikibarkan, perang orasi antar golongan dan kelompok kembali berdengung atas nama Demokrasi. Para politikus sibuk mencari dukungan suara demi mencapai popularitas dan tujuannya, pake cara licik sedikit ga masalah yang penting tujuan. Panas memang persaingan di blantika perpolitikan Indonesia ini, konspirasi politik mulai digulirkan, rakyat hanya bisa bengong dan terkagum-kagum oleh berwibawanya politikus yang cari muka, padahal sadar tidak sadar rakyat kembali dibodohi dan diinjak-injak oleh politikus-politikus ini atas nama Demokrasi.
Kita mesti acungi jempol pada para politikus kita yang sangat pandai berbicara dan sangat berwibawa, namun sayang dibalik kepandaian dan berwibawanya para politikus tersebut ada hal yang sangat disayangkan yaitu mental mereka, mental mereka yang cenderung mental pedagang.” Mengeluarkan modal minimal demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya di kemudian hari. Coba bayangkan dalam benak setiap politikus kita hanya ada gambar uang dan perhitungan profit. Maka tak heran bila ada politikus yang marah-marah dan mengamuk apabila dia tidak menang dalam suatu pemilihan, terbukti kan!! Hal ini disebabkan karena mereka tidak rela kalah karena mereka telah mengeluarkan modal demi mengikuti pemilihan. Mau jadi apa Negara ini.
Sejatinya suatu Badan Wakil Rakyat adalah wadah manusia-manusia yang harus berbakti dan mengabdi pada rakyat dan untuk rakyat, bukan sarana mencari kekayaan. Memang “mental pedagang” yang dimiliki oleh para politikus kita ini tak lepas dari awal permulaan pendidikan mereka. Coba deh kita telaah mulai dari pendidikan SD, masuk SD negri, SMP masuk SMP favorit, itu juga dipaksain karena orang tuanya malu kalo masuk SMP swasta dan karena orang tuanya berada maka main sogok aja biar gampang dan licin (pendidikan turun temurun kaya gitu, mau maju gimana). Kemudian masuk jenjang SMA/SMU sama juga masuk yang favorit nyogok, biar otak jongkok tapi dihargain karena masuk sekolahan favorit, bahkan tak jarang ketika lulus jenjang ini banyak yang dikatrol. Masuk jenjang kuliahan sama juga kejadiaannya, setelah lulus dari universitas karena urusan sogok-menyogok, atau bahkan dengan membuat ijazah palsu yang ngga tanggung-tanggung bahkan ijazah tersebut dari Universitas luar negri (malu-maluin aja, udah bodo ya bodo aja) maka cari kerja jadi Aparatur Negara atau jadi PNS (PNS=Beban Negara/Beban Rakyat, kerjaannya juga banyak yang ngga bener) bisa diterima karena sogok, atau karena bapaknya punya jabatan maka dititipkan. Nah setelah jadi Aparatur Negara atau PNS maka mulailah mencari uang untuk balik modal, biasanya segala cara dijalankan (kebanyakan yah morotin rakyat).
Sejatinya bila memang para politikus ini ingin memajukan bangsa dan Negara, serta mengangkat harkat dan derajat kehidupan rakyat semestinya para wakil rakyat ini rela digaji ala kadarnya. Kira-kira mau ngga ya…! kalo para wakil rakyat ini di gaji ala kadarnya (saya yakin dengan segudang bahkan segunung alasan mereka ajukan, karena mereka ga mau digaji ala kadarnya).
Namun apa daya bagi rakyat kecil, terang-terang sudah tahu para elite politik kita seperti itu, namun tetap dipaksa untuk memilih, huh……. Karena Golput diharamkan, aneh kan? Jangan-jangan Fatwa haram-pun bisa dipesan, demi kepentingan para elite politik ini. Wowwwwwwwwwww…….. Fatwa MUI dipolitisir, dan bisa dipesan, siapa mau pesan Fatwa Haram silahkan ketik REG…..bla..bla…bla ….bla
Bukan saya memprovokasi untuk golput, namun terserah individu masing-masing kan? itu kan hak mendasar setiap individu untuk menentukan pilihan masing-masing. Bahkan Tuhan saja memberi hak sebesar-besarnya kepada manusia untuk membawa hidupnya masing-masing. Lha ini malah dibatasi oleh hal-hal seperti itu oleh segelintir manusia pula, aneh….Mau dibawa kemana Negara ini.
Yang baik biarlah menjadi baik, yang buruk biarlah menjadi buruk….lalu?…….terserah kita mau memilih yang mana.
terima kasih atas informasi yang telah di sampaikan
BalasHapus